“AYOO… kayuh terus ben pelan-pelan, awas remnya”, teriak seorang
wanita muda sedang girang menyemangati anak asuhnya, yah, itulah inem
sang pengasuh.
“Beno bisa biii…!!! Teriak dari arah tengah lapangan tempat beno
latihan, ini kali ke 10 nya beno latihan dan ternyata membuahkan hasil
yang lumayan.
“sini sayang, hmmm… beno udah pinter sekarang naik sepedanya”
“Hehe”. Senyum manis beno dengan sedikit terlihat gigi-gigi kecilnya.
Sore itu jam menunjukan tepat jam 5 sore, tidak terasa inem, beno dan
aku sudah 2 jam lebih berada di lapangan. “BENOOO udah sore pulang yuk”
ajak bibi sembari memegang tangan anak asuhnya itu. “iya biii, tapi
besok lagi yah bi inem” rayu beno yang masih setia menuntun sepeda roda 4
nya itu. “HEeM” jawab bibi singkat sambil tersenyum.
Sesampai di rumah, sahabatku beno menaruhku di tempat biasa, tempat
yang tidak terlalu besar dan di dalamnya banyak teman-temanku, mobil,
sepeda motor, dan sepeda buntut peningalan kakek dulu, sementara aku
tepat berdiri gagah di belakang mobil berparas cantik berwarna silver,
yah itulah GARASI tempat tinggalku.
Aku sangat senang karena hari-hari aku habiskan untuk bermain, tertawa dengan sahabat kecilku yang umurnya masih 4 tahunan.
Bila malam tiba, ingin rasanya malam cepat berganti pagi, agar aku bisa bertemu dengan sahabat kecilku lagi…
Bunyi kokokan ayam jantan milik tetangga sebeleh yang suaranya sampai
ke rumah beno, menandakan bahwa sebentar lagi akan pagi, langit yang
tadinya hitam pekat kini perlahan mulai memudar berganti menjadi warna
biru muda dan awan putih yang berlarian kesana kemari mengikuti arah
angin, sementara sang surya masih malu-malu memunculkan
percikan-percikan sinar hangatnya pada semua mahluk yang berada di
bawahnya.
Sret… srett… srettt… bunyi suara orang membuka pintu. perlahan-lahan
terlihatlah sosok di balik pintu itu, ternyata beno sahabatku, dari
kejauhan dia menoleh ke arahku sambil tersenyum ramah kepadaku, oh tuhan
jika aku bisa bicara ingin rasanya ku katakan “selamat pagi sahabatku”,
gumam diriku.
Pagi ini entah mengapa beno enggan menaikiku, aku perfikir “ada apa
ini? Apa ada yang salah padaku?”. tiba-tiba di ambilah sebuah kain lap
dan ember berisi busa yang wanggi, ternyata sahabat kecilku ingin
memandikanku, dengan di bantu oleh inem baby sisternya. senangnya hatiku
aku mendapatkan kasih sayang, perhatian dari sahabat kecilku yang
bernama beno itu.
“Bibiii, enak yah bisa nyuci EMAN bareng-bareng, sekarang udah
selesai bi, cape yah bi” keluh beno sejenak. Yah, itulah beno
memanggilku dengan sebutan. EMAN.
“ya udah beno istirahat bibi mau masak dulu” jawab bibi dengan nafas ter
enggah-enggah seperti kekurangan oksigen. “engga ahhh bi, beno mau
jalan-jalan sama eman di halaman depan. “ya sudah, jangan jauh-jauh”
jawab bibi singkat.
Beno akhirnya menaikiku berkeliling di halaman rumahanya yang cukup besar sambil barnyanyi kecil ungkapan senangnya menaikiku.
Tiba-tiba, entah apa yang beno pikirkan saat itu, dia mengayuhku
keluar dari rumahnya menuju komplek padat yang banyak sekali
teman-temanku berlalu-lalang kesana kemari, tapi ukuranya jauh
melebihiku, ingin rasanya aku menyuruhnya untuk berbalik arah dan
pulang, aku takut…
Sambil mengayuh dengan nafas terbata-bata, tiba-tiba dari arah
belakang datang kijang hitam besar berbadan besi menyrempet kami, tubuh
kecil beno terlemper ke pinggiran aspal kasar sementara aku ringsep
terlindas kaki bundar besar kijang tersebut. Seketika orang-orang
berlarian ke arah bocah malang itu, dan di bawalah ke rumah sakit
terdekat, aku hanyalah benda mati dan tetaplah benda mati yang tidak
bisa berbuat apa-apa, sedih memang.
Ya tuhan selamatkan sahabat kecilku itu, karena dia telah mengajariku
banyak hal yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya, kasih sayang,
cinta dan kesetiaan, aku sangat bersyukur mengenalnya, aku yang hanya
sebongkah besi tua yang tidak berharga di rawatnya dengan penuh kasih
sayang.
Kini masaku telah usai, tempatku bersama barang-barang bekas yang
sedang mengantri untuk di leburkan. Pikiranku masi terbayang-bayang
sahabat kecilku. “ya tuhan, aku rela jika memang perjalananku sampai di
sini, tapi tolong selamatkan sahabatku, sembuhkanlah dia, jaga dia ya
ALLAH” rintihku dalam hati…
Kini giliranku tiba untuk dijadikan barang baru yang lebih berguna
nantinya. Jika nanti aku di buat kembali aku tidak akan menyesal
dijadikan lagi menjadi SEPEDA.
Cerpen Karangan: Hendrik Joe
Facebook: Hend Hendrik Joe
mahasiswa unversitas terbuka korea selatan yang masih awam dalam dunia menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar