Kisah Messenger
Aku pun tak sadar sejak kapan aku selalu menanti benda mungil ku berbunyi yang bernada masuknya sebuah pesan di blackberry messenger atau BBM. Aku pun juga tak sadar sejak kapan aku begitu bergantung dengan benda mungil tersebut, hampir setiap menit kuluangkan waktu untuk mengecek ‘adakah sebuah BBM atau tidak?’
Hanya satu hal yang aku sadar, sejak kamu mengisi BBM ku dengan candaan kecil yang terkesan tijel atau tidak jelas, hariku menjadi lebih berwarna dan hidup. Walaupun itu hanya berupa sapaan kecil yang terasa romantis dan hangat, walaupun itu candaan yang memojokkanku dan membuatmu tertawa senang, walaupun topik pembicaraan ini tak memiliki alur, tapi aku menikmati semua itu, sampai pada satu titik aku merasakan ada berbeda dari candaan itu.
Dari blackberry messenger aku mengenal kamu, semua percakapan itu pun berawal. Hampir setiap hari terjadi percapakan hangat, aku mengenalmu sebagai sosok yang mudah akrab dengan siapa saja, kamu suka bercanda dengan caramu sendiri. Aku suka dengan semua percakapan kita, jika ada waktu luang, ku coba membaca ulang semua percakapan itu, alhasil aku tersenyum sendiri.
Hanya dari kata-kata di BBM dapat mengubah semua. Ada yang berbeda dari diriku jika tidak ada satu BBM pun dari kamu. Aku seperti kehilangan arah. Aku mencoba untuk menghubungimu duluan, karena biasanya kamu yang memulai percakapan ini.
Satu hal yang mengurungkan niatku, dan aku tahu seharusnya aku tidak menjadi seperti ini. Display Picture itu telah menjawab semuanya. DP kamu dengan seorang wanita. Kalian begitu dekat dan terlihat akrab. Bahkan difoto itu kepala kalian saling bersentuhan, dan itu membuat sakit yang mendalam di hatiku. Aku tahu seharusnya aku tidak seperti ini. Bukankah aku hanya teman di blackberry messenger saja? Tidak ada alasan ku untuk merasakan sakit seperti ini karena kamu telah menemukan seseorang yang nyata. Bukankah aku hanya gadis maya yang tidak kamu ketahui wujud aslinya? Seharusnya aku sadar, aku hanya si maya yang tak dapat menuntut apapun dalam nyata. Tidak untuk kali ini.
Sekarang aku mengerti. Tak seharusnya aku menaruh hati pada lelaki maya yang aku sendiri pun tak mengenalnya seperti aku mengenal lelaki nyata. Tak seharusnya aku terlena dengan semua percakapan tijakjelas yang membuat candu. Tak seharusnya aku menjadikanmu satu-satunya penyebabku untuk selalu memegang benda mungil tersebut. Tak seharusnya aku menaruh hati padamu, wahai lelaki penghuni messengerku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar